Harian Cakrawala— Pemerintah melalui Kementerian PAN-RB menegaskan bahwa uji coba registrasi mandiri bantuan sosial (bansos) berbasis digital di Banyuwangi bukan sekadar proyek teknis, melainkan bagian dari agenda besar reformasi pelayanan publik. Skema ini diharapkan mampu memperbaiki akurasi penyaluran bansos sekaligus menutup celah penyalahgunaan.
Asisten Deputi Keterpaduan Layanan Digital Nasional Kedeputian Bidang Transformasi Digital Pemerintah KemenPAN-RB, Adi Nugroho, menjelaskan bahwa digitalisasi bantuan sosial diarahkan untuk menjawab dua persoalan mendasar: salah sasaran penerima dan lambatnya proses distribusi.
“Presiden menekankan bahwa dengan teknologi digital, subsidi bisa lebih tepat sasaran, bahkan bisa mengurangi potensi korupsi secara signifikan,” ujar Adi dalam Sosialisasi Umum Pelaksanaan Pilot Project Digitalisasi Bantuan Sosial di Banyuwangi, Kamis (17/9/2025).
Subsidi yang Sering Salah Sasaran
Adi mencontohkan, program subsidi listrik 450 VA yang semestinya ditujukan bagi rumah tangga miskin, justru banyak dinikmati kos-kosan di perkotaan. “Kasus ini menunjukkan lemahnya basis data penerima. Padahal tujuan utama subsidi adalah membantu keluarga rentan, bukan unit usaha,” katanya.
Lebih jauh, ia mengingatkan tragedi sosial yang sempat mencuat di Bandung: seorang ibu bunuh diri karena tidak sanggup menanggung kebutuhan hidup keluarga. Menurutnya, peristiwa ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk menghadirkan skema bansos yang cepat, langsung, dan akurat.
Akses untuk Semua Warga
Uji coba di Banyuwangi dirancang agar inklusif. Warga bisa mendaftar sendiri melalui ponsel pintar, atau dibantu oleh agen pendamping PKH di tingkat desa bagi mereka yang tidak memiliki perangkat digital.
“Digitalisasi jangan dipahami sebagai penghalang. Prinsipnya no one left behind. Masyarakat tanpa gawai, lansia, atau penyandang disabilitas tetap bisa mengajukan bantuan dengan mekanisme yang disiapkan pemerintah,” tegas Adi.
Melalui registrasi mandiri, data setiap pendaftar akan diverifikasi silang dengan basis data kependudukan dan catatan administratif lain. Hal ini diyakini dapat mempersempit ruang manipulasi, sekaligus memberi kepastian kepada masyarakat tentang alasan ia menerima atau tidak menerima bansos.
Transparansi dan Akuntabilitas
Adi memastikan, sistem baru ini dirancang dengan prinsip keterbukaan. “Masyarakat berhak tahu kenapa ia mendapat atau tidak mendapat bantuan. Dengan mekanisme digital, prosesnya lebih transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Ia menambahkan, uji coba di Banyuwangi bukan hanya untuk mengukur teknis registrasi, melainkan juga untuk membangun kepercayaan publik. Pemerintah ingin memastikan reformasi bansos ini dapat diterima luas sebelum diperluas ke daerah lain.
Jika berhasil, model registrasi mandiri berbasis digital ini tidak hanya akan dipakai untuk bansos, tetapi juga untuk program subsidi lain seperti LPG dan BBM. “Nilai subsidi kita mencapai lebih dari Rp500 triliun per tahun. Reformasi ini sangat krusial agar subsidi benar-benar menyasar masyarakat yang berhak,” kata Adi.
Langkah ini selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, terutama poin penghapusan kemiskinan absolut dan pemantapan reformasi politik, hukum, dan birokrasi.
Pemerintah menargetkan, hasil evaluasi uji coba awal dapat diumumkan pada akhir 2025. Meski demikian, Adi menegaskan reformasi tidak boleh dilakukan terburu-buru. “Yang kita butuhkan bukan sekadar cepat, tapi benar-benar tepat sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas kementerian dan daerah dalam menjaga konsistensi reformasi ini. “Digitalisasi bansos adalah bagian dari transformasi pelayanan publik. Butuh dukungan semua pihak agar perubahan ini bisa berhasil,” tutupnya.